dakwatuna.com - “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. Az-Zumar: 9). Terinspirasi dari ungkapan ibu yang telah meraih
gelar doktor di Jerman dan kisah ibu doctor tersebut insya Allah hampir
menyerupai kisah kehidupan seorang wanita.
Mungkin ingin tahu
bagaimana kesamaan atau perbedaan kisah antara ia dan bu doktor. Apa
yang disampaikan melalui rangkaian kalimat sesungguhnya pernah mengalami
serta mendapat pertanyaan seperti itu juga.
Insya Allah beberapa
tahun lagi ia juga harus meraih gelar doktor (Allahuma Aamin). Hehe,
narsis banget. Kuliah aja belum sudah berani bilang beberapa tahun lagi
dapat gelar doktor, semoga ini mampu memotivasi agar segara untuk
next study.
Dulu,
terdapat seorang wanita yang resah alias galau. Alhamdulillah galaunya
bukan seperti anak remaja sekarang yang lebih menggalau pada perasaan,
namun galau dirasakan antara memilih untuk lanjut kuliah, kerja atau
nikah dulu!!! Kegalauan telah memenuhi
space otak dan qolbunya.
Ia
sedang asyik-asyiknya membantu orang tua masak di dapur, tiba-tiba
tetangga menyapa dengan kritikan yang sangat pedas. Kritikan tidak
membuat hati sedih karena mengetahui kualitas yang mengkiritik,
so keep happy fun and enjoy.
Bisa jadi mereka mengkritik ingin kuliah setinggi-tingginya tapi apa
boleh buat antara kecerdasan dan finansial tak seimbang. Sebab di zaman
peradaban ilmu untuk kuliah tinggi tak hanya butuh otak yang cerdas tapi
juga didukung dengan materi yang sangat cukup. Materi saja tidak cukup
jika kecerdasan di bawah rata-rata, yang ada menghasilkan gelajar saja
sedangkan
Knowledge Not Result.
Padahal ungkapan tersebut
sudah basi karena keseringan mendengar kritikan yang mengelitik
sehingga jiwa ini adem saja. Lewat kritikan tersebut mudah-mudahan
mencerdaskan dan mencerahkan para sahabat. “ Buat apa wanita kuliah
tinggi toh akhirnya juga masak di dapur, ke sumur dan ngurus rumah”. Ya
iyalah ke dapur karena itu sudah kodrat wanita masak harus ke gunung
hehe. Dan mencari ilmu itu merupakan kewajiban bagi seorang muslim.
Wanita..
sekolah yang tinggi bukan berarti membuat kita anti dengan dapur, tidak
boleh kembali ke dapur, menghindar mengurus rumah tangga. Justru
seharusnya dengan sekolah tinggi kita semakin cerdas, pintar sehingga
mengerti bagaimana menata dapur yang cantik, seperti apa masakan bergizi
yang harus dimasakin untuk suami dan anak. Sebab wanita tidak hanya
sebagai ibu rumah tangga melainkan sebagai akuntan, sebagai psikologi,
sebagai ustadzah, sebagai arsitek, sebagai koki dan sebagai analis.
“Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang.
Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu
generasi.” (Moh. Hatta)
Bahkan pendidikan tinggi, spesifikasi
keahlian dan agama menjadi perbincangan dalam menciptakan sebuah
peradaban. Bangunan peradaban yang kuat hanya dapat disusun oleh ibu-ibu
atau wanita-wanita yang kuat agama dan banyak keahliannya. Wanita
jangan pernah ragu untuk melanjutkan sekolah tinggi, jangan pula
menghiraukan kalau sekolah tinggi susah dapat pasangan itu hanya guyonan
klasik saja, bukankah jodoh sudah Allah atur? Tidak ada relasi atau
penelitian yang menjelaskan bahwa wanita yang sekolah tinggi susah
mencari pasangan. Malah wanita kuliah sampai jenjang tinggi
diidam-idamkan untuk menjadi menantu impian.
Rasulullah Saw
bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut
ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara
dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian.” (HR. Thabrani)
Sahabat,
tugas kalian adalah tuntutlah ilmu setinggi mungkin, bukan Allah
mencintai hamba-Nya berilmu dan tidaklah sama orang mengetahui dengan
tidak mengetahui.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(QS. Al Mujadilah: 11). Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu
adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla. (HR. Ar Rabii’).
Perbaikan
suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan wanita.
Perbaikan wanita tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa.
Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan
pembinaan. Ya dengan pendidikan dan pembinaan berkualitaslah wanita
unggul bisa diwujudkan. Di sini peran seorang wanita sangat dibutuhkan
agar generasi penerus memiliki kualitas teruji di masyarakat dan di
hadapan Allah.
Saat ini dibutuhkan ibu berpendidikan tinggi,
kenapa harus tinggi? Karena mendidik anak di zaman yang dibanjiri
teknologi, hedonisme, liberal, pergaulan bebas adalah tantangan terbesar
bagi seorang ibu. Maka dibutuhkan sosok ibu yang cerdas dan shalihah.
Jika tidak hati-hati dan mengetahui bagaimana menata atau mendidik anak
di zaman yang jauh etika maka siap-siap sang anak membawa petaka.
Andaikan
anak yang dilahirkan dari rahim berpendidikan tinggi (master atau
doktoral) tentu memiliki nuansa yang berbeda, anak yang dilahirkan dari
rahim ibu berpendidikan mereka selalu dididik dengan teori, konsep, dan
bukan tahayul. Mari wanita kita sekolah setinggi-tingginya agar ketika
menjadi ibu dibanggain oleh anak kita, supaya kita menjadi inspirasi dan
motivator terhebat buat mereka. Seperti diperintahkan Allah dalam
Al-Quran. Dan untuk mengembalikan kejayaan Islam seperti zaman khilafah
yaitu dengan ilmu.
“Wahai Tuhan kami! Karuniakanlah kepada kami
istri dan keturunan yang menjadi cahaya mata, dan jadikanlah kami
pemimpin bagi orang-orang yang memelihara dirinya (dari kejahatan)”. (QS. Al-Furqan: 74).
Senada
dengan ulasan bu doktor, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang
pertama yang akan menyapih rambut anakmu adalah seorang lulusan S2/S3.
Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi,
dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang
master/doktor, bahkan mengajar mengaji dan shalat juga ibu yang memiliki
dedikasi keilmuan sangat memukau. Itulah peranmu sebagai ibu nanti,
apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang
akan kau lahirkan nanti?”
So, wanita di manapun berada
jangan pernah takut untuk melanjutkan kuliah hingga jenjang paling
tinggi, jangan berpikir pula wanita kuliah tinggi susah mendapat jodoh
dan jangan pernah puas menuntut ilmu,
upgrade terus keahlian
hingga batas kehidupan. Bukankah jodoh sudah Allah atur dalam Lauhul
mahfuzh. Tugas kita di bumi Allah adalah memperbanyak mungkin ilmu agar
kita tahu hakikat Tuhan, hidup dan menjadi pencerahan bagi lingkungan
terutama bagi keluarga kita nanti. Dan ingat, setinggi apapun ilmu duhai
para perempuan, kita tetaplah seorang makmum bagi suami, jadi tetaplah
menjadi istri dan ibu yang bijak, baik serta pelengkap yang
menyempurnakan bagi suami dan anak-anak kelak.